SEJARAH PERADABAN ISLAM
Sebelum
hijrah keyatsrib, nabi mendahului dengan usaha mempengaruhi orang yatsrib yang
mengunjungi ka’bah (di Mekkah) agar mereka mau masuk islam. Sebagian mereka
menyambut baik atas seruan dan ajaran nabi, yang pada gelirinya menyatakan diri
untuk masuk islam, serta diikuti dengan perjanjian kesetiaan mereka pada agama
islam dan Nabi Muhammad Saw, perjanjian ini terkenal dengan “perjanjian
Aqobah”. Pada perjanjian aqobah 1 Ubadah Ibn Thamit mengatakan: “saya adalah
salah orang yang ikut dalam perjanjian aqobah yang pertama. Apda perjanjian ini
kami telah berjanji pada Rasulullah bahwa kami tidak akan mempersekutukan Allah
dengan sesuatu apapun. Kami tidak akan mencuri, tidakakan berbuat zina.
Tidakakan membunuh anak-anak kami, tidak akan saling memfitnah, dan tidak akan
mendurhakai Muhammad pada sesuatu yang tidakkaminginkan”. Adapun ikrar
perjanjian aqobah II : “Demi Allah, kami akan membela engkau y Rasul, seperti
halnya kami membela istri dan anak kami sendiri. Sesungguhnya kami adalah
putra-putra pahlawan yang selalu siap mempergunakan senjata. Demikianlah ikrar
kami yang junjungan”.
Dengan
adanya dua perjanjian tersebut, bearti Madinah telah siap menerima kedatangan
islam dinegerinya dan sekaligus siap untuk melindungi keselamatan Nabi sebagai
pembawa misi agama islam. Karena itu, Nabi memerintahkan para sahabat untuk
berhijrah keyatsir, dan kemudian beliau menyusul bersama Abu bakar, untuk
mengatur strategi pembinaan budaya islam dan kota Madinah sebagai kota yang
kuat dan damai.hal ini tercermin sebagai upaya beliau pada saat melepas para
sahabat yang akan hijrah ke yatsir, “sesungguhnya Allah telah menjadikan
orang-orang yatisr sebagai suadar-saudara bagimu dan negeri itu sebagai tempat
yang aman bagi mu”. Peristiwa hijrah ini terjadi setelah pemuka-pemuka Quraisy
berkomplot untuk membunuh Rasul pada suatu malam.
B. Dasar
Berpolitik Negara Madinah
Setelah
tiba dan diterima penduduk yatsrib (Madinah), nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah islam pun dimulai. Berbeda dengan
priode Mekkah, pada periode Madinah islam
merupakan kekuaran politik. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan
saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain,
dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan
duniawi.
Dalam
rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, antara lain.
Dasar
pertama, pembangunan mesjid, sebelum
sampai Yatsir, Rasulullah terlebih dahulu memasuki Quba pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama hijriyah, dan menetap selama 4 hari. Pada waktu itulah
beliau mendirikan mesjid Quba, mesjid pertama dalam sejarah islam. Tujuan
didirikannya mesjid, selain untuk tempat salat, juga sebagai sarana penting
untuk mempersatukan kaum muslimin membuat benteng pertahanan yang bersifat
moril dan sepiritual yaitu semangat jihad, yang digunakan sebagai pendorong
semangat kaum muslimin yang pada waktu itu jumlahnya belum begitu banyak, dan
berani mengorbankan segala yang dimilikinya, termasuk jiwa untuk kepentingan
perjuangan islam.
Kemudian
pada waktu melanjutkan perjalanan ke Yatsir (Madinah), beliau singgah
diperkampungkan lembah Bani Salim. Karena bertepatan hari jumat, maka bersama
para sahabat beliau melaksanakan ibadah shalat jumat yang pertama kali, dan
dengan khotbah itulah yang kemudian oleh para ahli sejarah politik dinyatakan
sebagai “proklamasi lahirnya negeri islam”. Berdasarkan atas perikemanusiaan
al-adatul insaniya), al-Syura(demokrasi), persatuan Islam (al-wahdah
al-islamiyah) dan persaudaraan islam (al-ukhuwah islamiyah).
Dasar
kedua, adalah ukhuwwah islamiyyah persaudaraan sesama muslim. Nabi
mempersaudarakan antara golongan muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Mekkah
keMadinah, dan anshar. Penduduk Madinah yang sudah masuk islam dan ikut
membantu kaum muhajirin tersebut. Dengan demikian, diharapkan, setiap muslim
merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan.
Dasar
ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama
islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab islam, juga terdapat golongan
masyarakat yahudi dan orang-orang Arab masih menganut agama nenek moyang
mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, nabi Muhammad mengadakan
ikatan perjanjian dengan mereka, antara lain perjanjiannya adalah :
1. Kaum
yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum muslimin; kedua beliau pihak
memiliki kebebasan untuk memeluk dan mejalankan agamanya masing-masing.
2. Kaum
muslim dan yahudi wajib menolong untuk melawan siapa saja yang memerangi
mereka, dan mengenai kebutuhan keluarga menjadi tanggung masing-masing.
3. Kaum
muslimin dan yahudi wajib nasihat-nasehatannya dan melaksanakan kebaikan serta
keuntungan bersama;
4. Kota
Madinah adalah kota suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat oleh
perjanjian.
5. Jika
terjadi perselisihan antara kaum muslimin dan yahudi, sekiranya hal itu akan
mengakibatkan hal-hal yang tak diinginkan, maka harus diserahkan pada Allah dan
Rasul-Nya;
6. Siapa
saja yang tinggal di dalam kota atau luar kota Madinah, wajib dilindungi
keselamatan dirinya, kecuali orang dzalim dan bersalah, sebab Allah SWT menjadi
pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.
Perjanjian ini, dalam
pandangan ketatanegaraan sekarang disebut dengan konstitusi Madinah, atau
menurut A. Hasjmy disebut “Manifesto politik pertama” dalam Negara islam, yang
didalamnya digariskan dasar-dasar kehidupan politik, ekonomi, social dan
militer bagi segenap penduduk Madinah, baik muslim, yahudi maupun musyrikin.
Dengan adanya konstitusi Madinah inilah masyarakat islam di Madinah berkembang
menjadi satu kesatuan politik, dan berdasarkan pada konstitusi ini pula
berkembang system politik dan pemerintahan dalam budaya islam.
Setelah masyarakat
islam di Madinah mempunyai kedudukan yang mantab sebagai satu kesatuan politik
yang berdaulat, maka langkah berikutnya memperluas pengakuan kedaulatan
tersebut dari kabilah-kabilah yang ada diluar Madinah, dan sekaligus memperluas
jangkauan berlakunya konstitusi Madinah. Perkembangan islam yang pesat itu
membuat orang-orang Mekkah dan musuh-musuh islam lainnya menjadi risau.
Kerisauan ini akan mendorong orang-orang quraisy berbuat apa saja. Untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi sebagai kepala
pemerintah, mengatur siasat untuk mengatur pasukan tentara. Umat islam
diizinkan berperang dengan dua alasan:
1. Untuk
mempertahankan diri dan melindungi hal miliknya dan
2. Menjaga
keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang
yang mengalanginya.
Sementara itu yang
perlu dipertegaskan, walau telah mejadi ikatan perjanjian damai melalui
konstitusi Madinah, tidaklah bearti beliau lepas dari berbagai pihak yang
bersikap intoleran dan pengkhianatan terhadap perjanjian yang telah disepakati
bersama. Sikap intoleran muncul dari kaum quraisy Mekkah. Mereka tidak senang
terhadap hijrah kaum muslimin maupun menyusun kekuatan.
Yang tangguh di sana.
Sebab hal itu akan menggangu lin-lin perdanganan mereka sehingga kehidupan
perekonomian mereka terancam. Karena itu, kaum quraisy Mekkah senantiasa
berusaha menggalang kerja sama dengan kabilah-kabilah di sekitar Madinah untuk
berkomplot menyerang kaum muslimin di Madinah. Bahkan mereka telah menjalani
kerja sama dengan kaum yahudi Madinah, dan berhasil menghasut untuk melanggar
perjanjian dengan kaum muslimin. Sebagai akibatnya terjadilah perang badar,
perang antara kaum muslimin dengan kaum qurasy. Pada tanggal 8 ramadhan tahun
ke2 Hijriah. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Kekalahan
ini merupakan pukulan berat bagi kaum quraisy Mekkah, sehingga mereka
membulatkan tekat untuk mengadakan pembalasan dengan berbagai persiapan yang
cukup matang. Yang kemudian meletus perang uhud, dimana umat islam kalah. Yang
disebabkan karena abdullah ibn ubay yang merupakan seorang munafik dengan 300
orang yahudi membelok dan kembali kMadinah. Meskipun demikian dengan 700
pasukan yang tertinggal, nabi melanjutkan perjalanan beberapa kilometer dari
kota Madinah, tepatnya dibukit uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun
berkobar. Pertama-tama prajurit islam memukul mundur tentara musuh yang lebi
besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh khalid ibn walid gagal menembus
benteng pemanah pasukan islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang
yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang
lebih besar. Kemenangan yang sudah diambang pintu itu tiba-tiba gagal karena
godaan harta peninggalan musuh. Prajurit islam mulai memungut harta rampasan
perang tanpa menghiraukan grakan musuh, termasuk didalamnya anggota pemanah
yang telah diperingatkan nabi agar tidak meninggalkan posisinya. Kelengahan
kaum muslimin dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid ibn walid berhasil
melumpuhkan pasukan pemanah islam dan pasukan quraisy yang tadinya sudah kabur
bebalik menyerang. Satu persatu pahlawan islam gugur, bahkan nabi sendiri
terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan 70 orang pejuang islam
syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah
ibn ubay dan pasukan yahudi diganjar dengan tidakan tegas. Kebanyakan mereka
mengungsi ke qhaibar, sedangkan suku yahudi lainnya yaitu bani Quraiza masih
tetap di Madinah. Masyarakat yang mengungsi ke qhaibar mengadakan kontak dengan
masyarakat Mekkah untuk menyusun kekuatan bersana guna menerang Madinah. Mereka
membentuk pasukan gabungan yang teridiri dari 24. 000 orang tentara. Atas usul
salman al-farisi, nabi memerintahkan umat islam menggali parit untuk
pertahanan. Perang ini disebut perang ahzab (sejuta beberapa suku) atau perang
khandak (parit)
Setelah sebulan
pengepungan, angin, dan badai turun amat kencang, menghantam dan menerbangkan
kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa
menghentikan pengepungan dan kembali kenegeri masing-masing tanpa hasil apa
pun.
C. Pengaruh
Besar Perjanjian Hudaibiyah
Pada
tahun ke6 H ketika ibadah haji sudah di syariatkan, nabi memimpin 1000 kaum
muslimin berangkat keMekkah bukan untuk berperang, melainkan untuk melakukan
ibadah umrah. Sebelum tiba di Mekkah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa
kilometer dari Mekkah. Penduduk Mekkah tidak mengizinkan mereka untuk memasuki
kota Mekkah. Akhirnya diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara
lain:
1. Kaum
muslimin belum boleh mengunjungi ka’bah tahun ini tapi ditangguhkan sampai
tahun depan
2. Lama
kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja
3. Kaum
muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekkah yang melarikan diri ke Madinah
4. Selama
sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekkah
5. Tiap
kabilah yang ingin masuk kedalam persekutuan kaum quraisy atau kaum muslimin,
bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Kesediaan orang-orang Mekkah
untuk berunding dan membuat perjanjian dengan kaum muslimin itu benar-benar
merupakan kemenangan diplomatic yang besar bagi umat islam. Dengan perjanjian
ini harapan untuk mengambil alih ka’bah dan menguasai Mekkah sudah semakin
terbuka. Ada dua faktor yang mendorong kebijakan ini:
a. Mekkah
adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dan
islam, islam bisa tersebar keluar.
b. Apabila
Suku nabi sendiri dapat diislamkan, islam akan memperoleh dukungan yang kuat
karena orang-orang quraisy mempunyai kekuasaan dan mengaruh yang besar.
Selama dua tahun
perjanjian hudaibiyah berlangsung, dakwah islam sudah menjangkau seluruh
jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh jazirah Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, mengabungkan diri dalam islam. Hal ini
membuat orang-orang Mekkah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah menjadi
senjata bagi umat islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara
sepihak orang-orang kafir quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Melihat
kenyataan ini Rasulullah segera bertolah ke Mekkah dengan sepuluh ribu orang
tentara untuk melawan mereka. Nabi Muhammad tidak mengalami kesukaran apa-apa
dan memasuki kota Mekkah tanpa perlawanan. Beliau tampil sebagai pemengan.
Patung-patung berhala seluruh negeri dihancurkan. Setelah itu Nabi berkhotbah
menjanjikan ampunan Tuhan terhadap orang kafir quraisy. Sesudah khotbah
disampaikan, mereka datang berbondong-bondong memeluk agama islam. Sejak itu, Mekkah
berada dibawah kekuasaan Nabi.
Sekalipun Mekkah dapat
dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih menetang, yaitu Bani Tsaqif di
Taif dan Bani Hawazin diantara Taif dan Mekkah. Kedua suku ini berkomplot
membentuk pasukan untuk memerangi islam. Mereka ingin menuntut bela atas
berhala-berhala mereka yang diruntuhkan nabi dan umat
Islam di ka’bah.
Nabi mengerahkan
kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini
dipimpin langsung oleh beliau sehingga uamat islam memenagkan pertempuran dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
Dengan di taklukannya
bani tsaqif dan bani hawazin, seluruh jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan
nabi. Melihat kenyataan ini , Heraklius menyusun pasukan besar di utara jazirah
Arab, Syiria, yang merupakan daerah kependudukan Romawi. Dalam pasukan besar
itu bergabung bani ghassan dan bani Lachmides. Untuk menghadapi pasukan
heraklius ini. Banyak pahlawan islam yang menyediakan diri siap berperang
bersama nabi, sehingga terhimpun pasukan islam yang besar pula melihat besarnya
pasukan islam yang dipimpin nabi, tentara Romawi itu menjadi kecut. Akhirnya
mereka menarik diri kembali ke daerahnya. Nabi
sendiri tidak melakukan pengejran, tetapi berkemah di tabuk. Disini
beliau membuat perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, daerah
perbatasan itu dapat dirangkul kedalam barisan islam. Perang tabuk merupakan
perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
D. Kemenangan
Politik Islam
Pada
tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus
delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan setundukan mereka. Masuknya orang Mekkah
ke dalam agama islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk
Padang pasir yang liar itu. Persatuan bangsa Arab telah terwujud. Peperangan
antarsuku yang berlangsung sebelumnya, telah berubah menjadi persaudaraan
seagama.
Dalam
kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada’, tahun 10 H (631
M), nabi muhammad menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah
itu antara lain : larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan
mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah
suci; larangan riba dan larangan menganiaya:
Perintah
untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan menjauhi dosa;
semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah harus saling dimaafkan;
bebas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman jahiliyah tidak
lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus ditegakkan;
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan apa seperti yang
dimakan tuannya dan memakai apa yang dipakai oleh tuannya; dan yang terpenting adalah
umat islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang,
Al-Qur’an dan sunnah nabi. Prinsip-prinsip itu bila disimpulkan adalah
kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan
solidaritas.
Setelah
itu, nabi muhammad segera kembali ke madinah. Beliau mengatur organisasi
masyarakat kabilah yang telah memluk agama islam. Petugas keamanan dan para dai
dikirim keberbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran islam,
mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu nabi menderita
sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang pada hari senin, tanggal 12
Rabiul Awal 1 H/ 8 Juni 632 M, Nabi Muhammad SAW wafat dirumah istrinya Aisyah.
Dari perjalanan sejarah
nabi ini, dapat disimpulkan bahwa nabi Muhammad saw, di samping sebagai
pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrasi yang
cakap. Hanya dalam sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil
menundukkan seluruh jazirah Arab kedalam kekuasaannya.
1 komentar:
carii buku ini dmn ada jual yah ?
Posting Komentar