BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah.
Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan
kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondunsif.
Kepemimpinan
dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan
terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan
sebagai “proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha
kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Soepardi (1988) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai “kemampuan untuk
menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati,
membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu)
serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja
dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efesien”.
Kepemimpinan
adalah sebuah keharusan, agar kehidupan sebuah organisasi/perusahaan, bahkan
Negara agar lebih terarah. Memimpin adalah sebuah aksi mengajak sehingga
memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah.
Islam menetapkan tujuan dan
tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimyah mengungkapkan
bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama
dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan
diri kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya.
Namun hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai
kedudukan dan harta.
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي
أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ
زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ
سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Artinya :
Dari Ibn
Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata : “Kalian adalah pemimpin, yang
akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan
akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin
dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Pelayan adalah pemimpin dalam mengelolaharta tuannya, dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai
pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas adalah
bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya
sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus
dipertanggungjawabkan.
Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap
orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi
hidup dimana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia
ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang saling
berhubungan yaitu:
a.
Adanya pemimpin dan
karakteristiknya
b.
Adanya pengikut
c.
Serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan
pengikut perinteraksi
B.
Gaya
atau Tipe Kepemimpinan
dari Kepemimpinan
Cara
yang di pergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya
kepemimipinan merupakan norma perilaku yang di gunakan seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Di dalam hal ini usaha menselaraskan
persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan di
pengaruhi menjadi amat prnting kedudukanya.
Gaya
kepemimipinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimipin yang khas pada
saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang di pilih oleh pemimipin untuk di
kerjakan, cara pemimipin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok
membentuk gaya kepemimpinanya. Secara teoritis telah banyak di kenal gaya
kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk di tentukan. Untuk
memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat di kaji dari tiga pendekatan utama
yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasional.
1.
Pendekatan
sifat
Pendekatan
sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang
berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kempemimpinan.
Kepemimpinan di pandang sebagai sesuaitu
yang mengandung lebih banyak unsure individu, terutama pada sifat-sifat
individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengindentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang di
miliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil.
Menurut
Sutisno (1993),pendekatan sifat berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat
tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan atau esensil, pada
kepemimipinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini, seperti inteligensi, dianggap bisa dialihkan dari satu
situasi ke situasi yang lain. Karena tidak semua orang memiliki sifat-sifat
ini,hanyalah mereka yang memiliki ini yang bisa di pertimbangkan untuk
menempati kedudukan kepemimpinan.
Pendekatan
ini menyarankan beberapa syarat yang harus di miliki pemimpin yaitu: 1. Kekuatan
fisik dan susunan saraf, 2, penghayatan terhdap arah dan tujuan 3, antusiasme
4, keramah tamahan, 5, integritas 6, keahlian teknis 7, kemampuan mengambil
keputusan, 8, inteligensi 9, keterampilan memimpin 10, kepercayaan Pendekatan
sifat tampaknya tidak mampu menjawab berbagai pertnyaan di sekitar kepemimpinan.
2.
Pendekatan
perilaku
Pendekatan
ini memfokuskan dan mengidentifikasi
perilalu yang khas dari pemimpin dalam
kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). Pendekatan perilaku
kepemimpinan membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh
pemimpin.
Dalam pembahasan ini berturut-turut disajikan
berbagai hasil study mengenai gaya kepemimpinan yang menggunakan pendekatan
perilaku.
a. Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Ide penelitiian mengenai kepemimpinan dimulai 1945 oleh
Biro urusan dan Penelitian Ohio State University. Penelitian ini memperoleh
mengenai dua dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan
inisiatif (initiating structure) dan
perhatian (consideration). Dengan
mengkombinasikan dua dimensi pembuatan inisiatif dan perhatian dapat dibedakan
empat gaya kepemimpinan sebagai berikut: 1. Perhatian rendah, pembuatan
inisiatif rendah. 2. Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah. 3. Perhatian
tinggi, pembuatan inisiatif tinggi; dan 4. Perhatian rendah, pembuatan
inisiatif tinggi.
b.
Studi
Kepemimpinan Universitas Michigan
Studi ini
mengidentifikasikan dua konsep yang disebut orientasi bawahan dan produksi (
Hersey and Blanchard, 1977). Pemimipin yang menekankan pada orientasi bawahan
sangat memperhatikan bawahan, mereka merasa bahwa setiap karyawan sebagai
pribadi. Sementara pemimipin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat
memperhatikan produksi dan aspek-aspek tekhnik kerja, bawahan dianggap sebagai
alat untuk mencapai tujuan oraganisasi. Kedua orientasi ini hampir sama dengan
tipe otoriter (task) dan tipe demokrasi (relationship).
c.
Jaringan Manjemen
Salah satu pendekatan tentang teori kepemimpinan yang menunjukkan gaya kepemimipinan secara
jelas adalah jaringan manajemen (managerial grid), yang dikembangkan oleh Blake
dan Mouton. Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni perhatian
pada produksi di satu pihak dan perhatian pada
orang-orang di pihak lain. Perhatian pada produksi atau tugas adalah
sikap pemimpin yang menekankan mutu
keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efesiensi kerja, dan jumlah
pengeluaran. Perhatian pada orang-orang adalah sikap pemimpin yang
memperhatikan keterlibatan anak buah dalam rangka pencapaian tujuan.
d.
Sistem Kepemimpinan
Likert
Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk
memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi,
yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui penelitian yang bertahun-tahun
Likert berhasil merancang empat sistem kepemimpinan seperti yang diikuti Thoha (1995:60), yaitu:
1.
Sistem 1, dalam
sistem ini pemimpin sangat otokritis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada
bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan dan bersikap paternalistik.
2.
Sistem 2, dalam
sistem ini pemimpin dinamakan otokritis yang baik hati
3.
Sistem 3, dalam
sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif.
Pemimpin dalam sistem ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya
kalau ia membutuhkan informasi,ide atau pendapat bawahan,dan masih menginginkan
melakukan atas pengendalian atas keputusan-keputusan yang di buatnya.
4.
Sistem 4, sistem
ini oleh Likert di namakan pemimpin yang bergaya kelompok partisipasi. Dalam
hal ini menejer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya.dalam
setiap persoalan selalu mengandalkan bawahannya untuk mendapatkan ide-ide dan
pendapat-pendapat serta mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan
secara konstruktif.
3.
Pendekatan situasional
Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan
perilaku, keduanya menyorot perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam
hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi dari pada sebagai kualitas
pribadi dan merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang
dalam situasi tertentu.’’
Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini yaitu
a.
Teori kepemimpinan kontigensi
Teori ini dikembangkan oleh Fiedlerand Chemers,
berdasarkan hasil penelitiannya tahun 1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi
pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian tang dimiliki, tetapi juga karena
berbagai faktor, situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan situasi.
Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu hubungan antara pemimpin dan
bawahan struktur tugas serta kekuasaan yang berasal dari organisasi. Ketiga
faktor tersebut sesungguhnya merupakan tiga dimensi dalam situasi yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan.
Berdasarkan tiga dimensi tersebut, Fiedler menentukan dua
jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan. Pertama, gaya kepemimpinan
yang mengutamakan tugas, yaitu ketika pemimpin merasa puas jika tugas bisa
dilaksanakan, kedua; gaya
kepemimpianan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan; hal tersebut
menunjukkan bahwa efektifitas kepemimpinan bergantung pada tingkat pembauran
antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kondisi yang menyenangkan dalam situasi
tertentu.
b.
Teori kepemimpinan tiga dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin seorang guru besar di Universitas
New Brunswick, Canada. Menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk
menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas,
perhatian pada orang dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin sama
dengan jaringan manajemen, memiliki empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu integrated, related, separated, dan dedicated. Reddin mengatakan bahwa
keempat gaya tersebut dapat menjadi efektif atau tidak efektif, tergantung pada
situasi.
Ketujuh gaya tersebut adalah gaya dasar integrated yang jika diekspresikan dalam
situsi yang tidak efektif akan menjadi gaya eksekutif; gaya dasar integrated jika diekspresikan dalam
situasi yang tidak efektif akan menjadi gaya compromiser; gaya dasar separated jika diekpresikan dalam
situasi yang efektif akan menjadi gaya yang tidak efektif akan menjadi gaya
deserter; gaya dasar dedicated, bila diekspresikan dalam situasi dalam situasi
yang efektif akan menjadi gaya benevolent;
gaya dasar related jika diekspresikan
dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya
developer; dan gaya dasar related
jika diekspresikan dalam situasi yang tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
Gaya
kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan tidak
efektif sebagai berikut:
1.
Gaya efektif
Exsekutif ; gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas
maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha memotivasi
anggota dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan
individu, dan menempatkan individu sebagai manusia.
Developer; gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap
hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan.
Pimpinan yang menganut gaya ini sangat memperhatikan pengembangan individu.
Benevolent
Authocrat; gaya ini memberikan
perhatian yang tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin
yang menganut gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan
bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan
di pihak lain.
Birokrat; gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas
maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap
peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.
Birokrat;
gaya ini memberikan perhatian rendah
terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini
menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.
2. Gaya
tidak efektif
Compromiser; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas
maupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini merupakan pembuat
keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan dan masalah.
Missionary; gaya
ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas.
Pemimpin yagn menganut gaya ini hanya tertarik pada keharmonisan dan tidak
bersedia mengontrol hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.
Autocrat;
gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan.
Pemimpin yang menganut gaya ini selalu menetapkan kebijksanaan dan keputusan
sendiri.
Deserter;
gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pemimpin
yang menganut gaya ini hanya mau memberikan dukungan dan memberikan struktur
yang jelas serta tanggung jawab, hanya pada waktu yang dibutuhkan.
c.
Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori
merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi yang didasarkan
pada hubungan antara tiga factor, yaitu
prilaku tugas (Task behavior),
perilaku hubungan (Relationship), dan
kematangan (Maturity). Dari ketiga
factor tersebut, tingkat kematangan anak buah merupakan factor yang paling
dominan. Karena itu, tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku
pemimpin dalam hubungannya dengan anak buah.
Menurut
teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat
kematangan anak buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus mengurangi
perilaku tugas dan menambah perilaku
hubungan. Apabila anak buah bergerak mencapai tingkat rata-rata kematangan,
pemimpin harus mengurangi perilaku tugas
dan perilaku hubungan. Selanjutnya, pada saat anak buah mencapai itngkat
kematangan penuh dan sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan
wewenang kepada kepada anak buah.
Gaya
kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat kematangan anak buah dan kombinasi
yang tepat antara perilaku tugas dan
perilaku hubungan adalah sebagai berikut:
a. Gaya
mendikte (Telling)
Gaya
ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan rendah, dan memerlukan
petunjuk serta pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin
dituntut untuk mengatakan apa,
bagaimana, kapan, dan dimana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas,
sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja.
b. Gaya
menjual (Selling)
Gaya
ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah sampai moderat.
Gaya ini disebut menjual karena pemimpin selalu memberikan petunjuk yang
banyajk.
c. Gaya
Melibatkan Diri (Participating)
Gaya
ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada pada taraf kematangan moderat sampai tinggi. Gay aini
disebut mengikut sertakan karena pemimpin dengan anak buah bersama-sama
berperan di dalam proses pengambilan keputusan.
d. Gaya
Mendelegasikan (Delegating)
Gaya
ini diterapkan jika kemampuan dan
kemauan anak buah telah tinggi. Gaya
disebut mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatan
sendiri, ,melalui pengawasan umum. Hal ini biasa dilakukan jika anak buah berada
pad atingkat kedewasaan yang tinggi.
C.
Kemampuan
Dasar yang Harus Dimiliki Oleh Kepala Sekolah
a.
Keahlian atau kemampuan
dasar
Menurut
Trace (1999), seperti yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2004: 386) menjelaskan
keahlian atau kemampuan dasar sebagai kelompok kemampuan yang harus dimiliki
oleh tingkat pemimpin yang mencakup: technical,
human dan conceptual skill (the basic and develoble skills).
1.
Technical
skiil yaitu kecakapan spesifik tentang proses,
prosedur, atau teknik-teknik yang merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis
hal-hal yang khusus. Technical skill
menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan barang. Sdangkan.
2.
Human skills menunjukkan
keterampilan dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan
pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok yang
dipimpinnya.
3.
Conceptual skill yaitu
kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan.
b.
Kualifikasi pribadi
Menurut Tracey (1999), seperti yang
dikutip oleh Wahjosumidjo (2004: 387) Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian
sifat atau watak yang harus dimiliki kepala sekolah yang meliputi:
1.
Mental, unggul dalam
intelegensi, mampu memberikan pertimbangan individu yang bagus, memiliki
kecakapan dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak, kecakapan menghadapi,
dan bekerjasama dengan orang lain, kesanggupan untuk mempengaruhi orang lain,
unggul didalam kemampuan menulis dan berbicara.
2.
Fisik, stamina fisik yang sangat penting agar
mampu memenuhi tuntutan tugas. Kesiagaan, energik dan antusiasme sehari-hari
memerlukan kesehatan prima.
3.
Emosi, sepantasnya
pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan memiliki daya tahan atau bersikap
sabar terhadap kegagalan atau hambatan.
4.
Berwatak sosial.
5.
Kepribadian (personality),
seorang pemimpin dikatakan memiliki kepribadian apabila pemimpin atau
kepala sekolah selalu bersikap dan berperilaku; berpikir dan berbuat secara
sistematik dan teratur, harus mengetahui modal atau asset yang dimilikinya
dengan segala keterbatasannya; selalu sadar, simpatik dan loyal dengan
bawahannya; cukup yakin untuk menghindarkan tuntutan bawahan sejalan terhadap
kemauan; cukup matang untuk tidak merasa atau menjadi kecil dalam menghadapi
gertakan atau kritik, membuat senang bawahan, menolong bawahan sehingga merasa
memperoleh kemudahan, memberikan dorongan dan menerima bawahan, menciptakan
satu lingkungan yang dapat dipercaya, keterbukaan dan rasa hormat terhadap
individu.
D. Implementasi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam
memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci
keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang ap apa yang terjadi pada
peserta didik disekolah dan apa yang difikirkan orang tua dan masyarakat
tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut
untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang
baiak antara sekolah dan masyarakat guna
mewujudkan sekolah yang efektif dan
efesien. Hubungan yang harmonis ini akan
membentuk:
a. Saling
pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang
ada di masyarakat termasuk dunia kerja,
b. Saling
membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat arti dan
pentingnya peranan masing-masing,
c. Kerja
sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan
mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Kepala
sekolah perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan para
pelaksana pendidikan. Sebagai
pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan
hendaknya kepala sekolah memiliki
pengetahuan yang luas dan keterampilan
kepemimpinan. Hal itu perlu
dimiliki agar mampu mengendalikan, mempengaruhi
dan mendorong bawahannya dalam
menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab,
efektif dan efesian.
Kepala
sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru dengan:
1.
menetapkan sistem
manajemen terbuka yaitu kepala sekolah menerima
saran, kritik yang muncul dari semua pihak
lingkungan baik dari guru, karyawan serta siswa. Manajemen terbuka ini
memberikan kewenangan kepada para guru untuk memberika saran bahkan kritik yang
membangun bagi sekolah.
2.
Kepala sekolah juga
menerapkan pembagian tugas dan tanggungjawab
dengan para guru agar guru yang terlibat lebih
memahami tugasnya masing-masing dan diharapkan adanya kerjasama dalam rangka
mencapai tujuan bersama.
3.
Kepala sekolah
menerapkan hubungan vertikal ke bawah yaitu kepala
sekolah menjalin hubungan baik terhadap semua
bawahan yaitu kepada guru dan karyawan hal ini dilakukan agar mereka bersedia
melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya, memupuk kesetian dan tanggung
jawab kepada pimpinan, tugas dan tempat kerja. Kepala sekolah juga melakukan
pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan daya kreasi, inisiatif yang tinggi
untuk mendorong semangat bawahannya.
4.
Kepala sekolah
melakukan pemetaan program-program kegiatan untuk
meningkatkan motivasi kerja guru seperti: kegiatan
briefing, penghargaan bagi guru yang berprestasi, peningkatan kesejahjetraan
guru, peningkatan SDM, memberikan pelatihan untuk para guru, memberikan
perhatian secara personel, workshop,outbond. Melalui program-program
tersebut maka diharapkan guru-guru mampu mengembangkan proses kerjanya dan
mampu menghasilkan output yang baik sesuai program yang diselenggarakan.
5.
Kepala sekolah
melakukan pengawasan yang bersifat continue dan
menyeluruh
yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aspek antara lain: personel, pelaksanaan
kegiatan, material dan hambatan-hambatan. Pengawasan yang dilakukan kepala
sekolah berdasarkan pada tujuan sekolah, agar pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan
ataupun kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
6.
Kepala sekolah
melakukan evaluasi meliputi evaluasi terhadap uraian tugas
dan
evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung terhadap bukti-bukti,
tugas yang telah dilakanakan oleh guru kemudian memberikan masukan apabila terdapat
kesalahan atau kurang sesuai dengan kriteria yang diharapakan. Kepala sekolah
memberikan solusi terhadap hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam
melakukan tugasnya.
KESIMPULAN
·
Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan
terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan
sebagai “proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha
kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu
·
Gaya kepemimipinan
merupakan suatu pola perilaku seorang pemimipin yang khas pada saat
mempengaruhi anak buahnya, apa yang di pilih oleh pemimipin untuk di kerjakan,
cara pemimipin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya
kepemimpinanya.
Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat di kaji dari tiga pendekatan
utama yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasional.
·
keahlian atau kemampuan
dasar sebagai kelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin yang
mencakup: technical, human dan conceptual
skill (the basic and develoble skills).
Technical skiil yaitu
kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik yang merupakan
kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skill menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan
barang. Sedangkan.
Human skills menunjukkan
keterampilan dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan
pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok yang
dipimpinnya.
Conceptual skill
yaitu kemampuan pemimpin melihat
organisasi sebagai satu keseluruhan.
·
Implementasi kepemimpinan Kepala Sekolah meliputi
Saling
pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang
ada di masyarakat termasuk dunia kerja,
Saling
membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat arti dan
pentingnya peranan masing-masing,
Kerja
sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan
mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.