Kamis, 07 Februari 2013

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH



BAB II

PEMBAHASAN


A.           Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondunsif.
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan sebagai “proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Soepardi (1988) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efesien”.
Kepemimpinan adalah sebuah keharusan, agar kehidupan sebuah organisasi/perusahaan, bahkan Negara agar lebih terarah. Memimpin adalah sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai bagian dari proses pemecahan masalah.
 Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimyah mengungkapkan bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta.



عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya :
Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata : “Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelolaharta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis diatas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan  memiliki resiko yang harus dipertanggungjawabkan.
Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup dimana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan yaitu:
a.              Adanya pemimpin dan karakteristiknya
b.             Adanya pengikut
c.              Serta  adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut perinteraksi

B.            Gaya atau Tipe Kepemimpinan dari Kepemimpinan
Cara yang di pergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya kepemimipinan merupakan norma perilaku yang di gunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Di dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan di pengaruhi menjadi amat prnting kedudukanya.
Gaya kepemimipinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimipin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang di pilih oleh pemimipin untuk di kerjakan, cara pemimipin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinanya. Secara teoritis telah banyak di kenal gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk di tentukan. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat di kaji dari tiga pendekatan utama yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasional.

1.             Pendekatan sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kempemimpinan. Kepemimpinan di pandang  sebagai sesuaitu yang mengandung lebih banyak unsure individu, terutama pada sifat-sifat individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengindentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang di miliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil.
Menurut Sutisno (1993),pendekatan sifat berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan atau esensil, pada kepemimipinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini,  seperti inteligensi, dianggap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain. Karena tidak semua orang memiliki sifat-sifat ini,hanyalah mereka yang memiliki ini yang bisa di pertimbangkan untuk menempati kedudukan kepemimpinan.
Pendekatan ini menyarankan beberapa syarat yang harus di miliki pemimpin yaitu: 1. Kekuatan fisik dan susunan saraf, 2, penghayatan terhdap arah dan tujuan 3, antusiasme 4, keramah tamahan, 5, integritas 6, keahlian teknis 7, kemampuan mengambil keputusan, 8, inteligensi 9, keterampilan memimpin 10, kepercayaan Pendekatan sifat tampaknya tidak mampu menjawab berbagai pertnyaan di sekitar kepemimpinan.

2.             Pendekatan perilaku
Pendekatan ini memfokuskan  dan mengidentifikasi perilalu yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). Pendekatan perilaku kepemimpinan membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin.
 Dalam pembahasan ini berturut-turut disajikan berbagai hasil study mengenai gaya kepemimpinan yang menggunakan pendekatan perilaku.
a.    Studi  Kepemimpinan Universitas OHIO
Ide penelitiian mengenai kepemimpinan dimulai 1945 oleh Biro urusan dan Penelitian Ohio State University. Penelitian ini memperoleh mengenai dua dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration). Dengan mengkombinasikan dua dimensi pembuatan inisiatif dan perhatian dapat dibedakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut: 1. Perhatian rendah, pembuatan inisiatif rendah. 2. Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah. 3. Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif tinggi; dan 4. Perhatian rendah, pembuatan inisiatif tinggi.

b.      Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Studi ini mengidentifikasikan dua konsep yang disebut orientasi bawahan dan produksi ( Hersey and Blanchard, 1977). Pemimipin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan, mereka merasa bahwa setiap karyawan sebagai pribadi. Sementara pemimipin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek tekhnik kerja, bawahan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan oraganisasi. Kedua orientasi ini hampir sama dengan tipe otoriter (task) dan tipe demokrasi (relationship).
c.       Jaringan Manjemen
Salah satu pendekatan tentang teori kepemimpinan  yang menunjukkan gaya kepemimipinan secara jelas adalah jaringan manajemen (managerial grid), yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni perhatian pada produksi di satu pihak dan perhatian pada  orang-orang di pihak lain. Perhatian pada produksi atau tugas adalah sikap pemimpin  yang menekankan mutu keputusan, prosedur, mutu pelayanan staf, efesiensi kerja, dan jumlah pengeluaran. Perhatian pada orang-orang adalah sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan anak buah dalam rangka pencapaian  tujuan.
d.      Sistem Kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui penelitian yang bertahun-tahun Likert berhasil merancang empat sistem kepemimpinan seperti yang diikuti  Thoha (1995:60), yaitu:
1.      Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin sangat otokritis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan dan bersikap paternalistik.
2.      Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokritis yang baik hati
3.      Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif. Pemimpin dalam sistem ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya kalau ia membutuhkan informasi,ide atau pendapat bawahan,dan masih menginginkan melakukan atas pengendalian atas keputusan-keputusan yang di buatnya.
4.      Sistem 4, sistem ini oleh Likert di namakan pemimpin yang bergaya kelompok partisipasi. Dalam hal ini menejer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya.dalam setiap persoalan selalu mengandalkan bawahannya untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat serta mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif.

3.             Pendekatan situasional
Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyorot perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi dari pada sebagai kualitas pribadi dan merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu.’’
Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini yaitu
a.    Teori kepemimpinan kontigensi
Teori ini dikembangkan oleh Fiedlerand Chemers, berdasarkan hasil penelitiannya tahun 1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian tang dimiliki, tetapi juga karena berbagai faktor, situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu hubungan antara pemimpin dan bawahan struktur tugas serta kekuasaan yang berasal dari organisasi. Ketiga faktor tersebut sesungguhnya merupakan tiga dimensi dalam situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.
Berdasarkan tiga dimensi tersebut, Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan. Pertama,  gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas, yaitu ketika pemimpin merasa puas jika tugas bisa dilaksanakan, kedua; gaya kepemimpianan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan; hal tersebut menunjukkan bahwa efektifitas kepemimpinan bergantung pada tingkat pembauran antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kondisi yang menyenangkan dalam situasi tertentu.
b.      Teori kepemimpinan tiga dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin seorang guru besar di Universitas New Brunswick, Canada. Menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin sama dengan jaringan manajemen, memiliki empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu integrated, related, separated, dan dedicated. Reddin mengatakan bahwa keempat gaya tersebut dapat menjadi efektif atau tidak efektif, tergantung pada situasi.
Ketujuh gaya tersebut adalah gaya dasar integrated yang jika diekspresikan dalam situsi yang tidak efektif akan menjadi gaya eksekutif; gaya dasar integrated jika diekspresikan dalam situasi yang tidak efektif akan menjadi gaya compromiser;  gaya dasar separated jika diekpresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya yang tidak efektif akan menjadi gaya deserter; gaya dasar dedicated, bila diekspresikan dalam situasi dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya benevolent; gaya dasar related jika diekspresikan dalam situasi yang efektif akan menjadi gaya developer; dan gaya dasar related jika diekspresikan dalam situasi yang tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
            Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan tidak efektif sebagai berikut:
1.      Gaya efektif
Exsekutif ; gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha memotivasi anggota dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan menempatkan individu sebagai manusia.
Developer; gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan. Pimpinan yang menganut gaya ini sangat memperhatikan pengembangan individu.
Benevolent Authocrat; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
Birokrat; gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.
Birokrat; gaya ini memberikan perhatian rendah  terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.

2.      Gaya tidak efektif
Compromiser; gaya  ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini merupakan pembuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan dan masalah.
Missionary; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas. Pemimpin yagn menganut gaya ini hanya tertarik pada keharmonisan dan tidak bersedia mengontrol hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.
Autocrat; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu menetapkan kebijksanaan dan keputusan sendiri.
Deserter; gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya mau memberikan dukungan dan memberikan struktur yang jelas serta tanggung jawab, hanya pada waktu yang dibutuhkan.

c.       Teori Kepemimpinan Situasional
Teori merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi yang didasarkan pada hubungan antara  tiga factor, yaitu prilaku tugas (Task behavior), perilaku hubungan (Relationship), dan kematangan (Maturity). Dari ketiga factor tersebut, tingkat kematangan anak buah merupakan factor yang paling dominan. Karena itu, tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan anak buah.
Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas  dan menambah perilaku hubungan. Apabila anak buah bergerak mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas  dan perilaku hubungan. Selanjutnya, pada saat anak buah mencapai itngkat kematangan penuh dan sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang kepada kepada anak buah.
Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam keempat  tingkat kematangan anak buah dan kombinasi yang tepat antara  perilaku tugas dan perilaku hubungan adalah sebagai berikut:
a.       Gaya mendikte (Telling)
Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan rendah, dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin dituntut untuk mengatakan  apa, bagaimana, kapan, dan dimana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas, sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja. 
b.      Gaya menjual (Selling)
Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah sampai moderat. Gaya ini disebut menjual karena pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyajk.
c.       Gaya Melibatkan Diri (Participating)
Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada  pada taraf  kematangan moderat sampai tinggi. Gay aini disebut mengikut sertakan karena pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan di dalam proses pengambilan keputusan.
d.      Gaya Mendelegasikan (Delegating)
Gaya ini diterapkan jika kemampuan  dan kemauan  anak buah telah tinggi. Gaya disebut mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatan sendiri, ,melalui pengawasan umum. Hal ini biasa dilakukan jika anak buah berada pad atingkat kedewasaan yang tinggi.

C.           Kemampuan Dasar yang Harus Dimiliki Oleh Kepala Sekolah
a.              Keahlian atau kemampuan dasar
Menurut Trace (1999), seperti yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2004: 386) menjelaskan keahlian atau kemampuan dasar sebagai kelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin yang mencakup: technical, human dan conceptual skill (the basic and develoble skills).
1.             Technical skiil yaitu kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik yang merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skill menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan barang. Sdangkan.
2.             Human skills menunjukkan keterampilan dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya.
3.             Conceptual skill yaitu kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan.
b. Kualifikasi pribadi
Menurut Tracey (1999), seperti yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2004: 387) Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki kepala sekolah yang meliputi:
1.             Mental, unggul dalam intelegensi, mampu memberikan pertimbangan individu yang bagus, memiliki kecakapan dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak, kecakapan menghadapi, dan bekerjasama dengan orang lain, kesanggupan untuk mempengaruhi orang lain, unggul didalam kemampuan menulis dan berbicara.
2.              Fisik, stamina fisik yang sangat penting agar mampu memenuhi tuntutan tugas. Kesiagaan, energik dan antusiasme sehari-hari memerlukan kesehatan prima.
3.             Emosi, sepantasnya pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan memiliki daya tahan atau bersikap sabar terhadap kegagalan atau hambatan.
4.             Berwatak sosial.
5.             Kepribadian (personality), seorang pemimpin dikatakan memiliki kepribadian apabila pemimpin atau kepala sekolah selalu bersikap dan berperilaku; berpikir dan berbuat secara sistematik dan teratur, harus mengetahui modal atau asset yang dimilikinya dengan segala keterbatasannya; selalu sadar, simpatik dan loyal dengan bawahannya; cukup yakin untuk menghindarkan tuntutan bawahan sejalan terhadap kemauan; cukup matang untuk tidak merasa atau menjadi kecil dalam menghadapi gertakan atau kritik, membuat senang bawahan, menolong bawahan sehingga merasa memperoleh kemudahan, memberikan dorongan dan menerima bawahan, menciptakan satu lingkungan yang dapat dipercaya, keterbukaan dan rasa hormat terhadap individu.


D.      Implementasi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang ap apa yang terjadi pada peserta didik disekolah dan apa yang difikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala  sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baiak antara sekolah dan masyarakat  guna mewujudkan sekolah yang efektif  dan efesien. Hubungan yang harmonis  ini akan membentuk:
a.       Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat termasuk dunia kerja,
b.      Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat arti dan pentingnya peranan masing-masing,
c.       Kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.

Kepala sekolah perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan para
pelaksana pendidikan. Sebagai pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan
hendaknya kepala sekolah memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan
kepemimpinan. Hal itu perlu dimiliki agar mampu mengendalikan, mempengaruhi
dan mendorong bawahannya dalam menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab,
efektif dan efesian.
Kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru dengan:
1.         menetapkan sistem manajemen terbuka yaitu kepala sekolah menerima
saran, kritik yang muncul dari semua pihak lingkungan baik dari guru, karyawan serta siswa. Manajemen terbuka ini memberikan kewenangan kepada para guru untuk memberika saran bahkan kritik yang membangun bagi sekolah.


2.      Kepala sekolah juga menerapkan pembagian tugas dan tanggungjawab
dengan para guru agar guru yang terlibat lebih memahami tugasnya masing-masing dan diharapkan adanya kerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
3.       Kepala sekolah menerapkan hubungan vertikal ke bawah yaitu kepala
sekolah menjalin hubungan baik terhadap semua bawahan yaitu kepada guru dan karyawan hal ini dilakukan agar mereka bersedia melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya, memupuk kesetian dan tanggung jawab kepada pimpinan, tugas dan tempat kerja. Kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan daya kreasi, inisiatif yang tinggi untuk mendorong semangat bawahannya.
4.       Kepala sekolah melakukan pemetaan program-program kegiatan untuk
meningkatkan motivasi kerja guru seperti: kegiatan briefing, penghargaan bagi guru yang berprestasi, peningkatan kesejahjetraan guru, peningkatan SDM, memberikan pelatihan untuk para guru, memberikan perhatian secara personel, workshop,outbond. Melalui program-program tersebut maka diharapkan guru-guru mampu mengembangkan proses kerjanya dan mampu menghasilkan output yang baik sesuai program yang diselenggarakan.
5.      Kepala sekolah melakukan pengawasan yang bersifat continue dan
menyeluruh yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aspek antara lain: personel, pelaksanaan kegiatan, material dan hambatan-hambatan. Pengawasan yang dilakukan kepala sekolah berdasarkan pada tujuan sekolah, agar pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan ataupun kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
6.      Kepala sekolah melakukan evaluasi meliputi evaluasi terhadap uraian tugas
dan evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung terhadap bukti-bukti, tugas yang telah dilakanakan oleh guru kemudian memberikan masukan apabila terdapat kesalahan atau kurang sesuai dengan kriteria yang diharapakan. Kepala sekolah memberikan solusi terhadap hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam melakukan tugasnya.



























KESIMPULAN

·           Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan sebagai “proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu
·         Gaya kepemimipinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimipin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang di pilih oleh pemimipin untuk di kerjakan, cara pemimipin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinanya. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat di kaji dari tiga pendekatan utama yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasional.
·         keahlian atau kemampuan dasar sebagai kelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin yang mencakup: technical, human dan conceptual skill (the basic and develoble skills).
Technical skiil yaitu kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik yang merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skill menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan barang. Sedangkan.
Human skills menunjukkan keterampilan dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya.
Conceptual skill yaitu kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan.
·      Implementasi kepemimpinan Kepala Sekolah meliputi
Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat termasuk dunia kerja,
Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat arti dan pentingnya peranan masing-masing,
Kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.